Skip to main content

Sawahlunto, Kabupaten dengan berbagai pesona

Sawahlunto

Kota Sawahlunto adalah salah satu kota di provinsi Sumatera Barat, Indonesia. Kota yang terletak 95 km sebelah timur laut kota Padang ini, dikelilingi oleh 3 kabupaten di Sumatera Barat, yaitu kabupaten Tanah Datar, kabupaten Solok, dan kabupaten Sijunjung. Kota Sawahlunto memiliki luas 273,45 km² yang terdiri dari 4 kecamatan dengan jumlah penduduk lebih dari 54.000 jiwa. Pada masa pemerintah Hindia Belanda, kota Sawalunto dikenal sebagai kota tambang batu bara. Kota ini sempat mati, setelah penambangan batu bara dihentikan.

Saat ini kota Sawahlunto berkembang menjadi kota wisata tua yang multi etnik, sehingga menjadi salah satu kota tua terbaik di Indonesia. Di kota yang didirikan pada tahun 1888 ini, banyak berdiri bangunan-bangunan tua peninggalan Belanda. Sebagian telah ditetapkan sebagai cagar budaya oleh pemerintah setempat dalam rangka mendorong pariwisata dan mencanangkan Sawahlunto menjadi "Kota Wisata Tambang yang Berbudaya".

Cikal bakal dijadikannya Sawahlunto sebagai kota terkait dengan penelitian yang dilakukan oleh beberapa geolog asal Belanda ke pedalaman Minangkabau (saat itu dikenal sebagai Dataran Tinggi Padang), sebagaimana yang ditugaskan oleh Gubernur Jenderal Hindia Belanda. Penelitian pertama dilakukan oleh Ir. C. De Groot van Embden pada tahun 1858, kemudian dilanjutkan oleh Ir. Willem Hendrik de Greve pada tahun 1867. Dalam penelitian De Greve, diketahui bahwa terdapat 200 juta ton batu bara yang terkandung di sekitar aliran Batang Ombilin, salah satu sungai yang ada di Sawahlunto. Sejak penelitian tersebut diumumkan ke Batavia pada tahun 1870, pemerintah Hindia Belanda mulai merencanakan pembangunan sarana dan prasarana yang dapat memudahkan eksploitasi batu bara di Sawahlunto. Selanjutnya Sawahlunto juga dijadikan sebagai kota pada tahun 1888, tepatnya pada tanggal 1 Desember yang kemudian ditetapkan sebagai Hari Jadi Kota Sawahlunto.

Kota ini mulai memproduksi batu bara sejak tahun 1892. Seiring dengan itu, kota ini mulai menjadi kawasan pemukiman pekerja tambang, dan terus berkembang menjadi sebuah kota kecil dengan penduduk yang intinya adalah pegawai dan pekerja tambang. Sampai tahun 1898, usaha tambang di Sawahlunto masih mengandalkan narapaidana yang dipaksa bekerja untuk menambang dan dibayar dengan harga murah. Pada tahun 1889, pemerintah Hindia Belanda mulai membangun jalur kereta api menuju Kota Padang untuk memudahkan pengangkutan batu bara keluar dari Kota Sawahlunto. Jalur kereta api tersebut mencapai Kota Sawahlunto pada tahun 1894, sehingga sejak angkutan kereta api mulai dioperasikan produksi batu bara di kota ini terus mengalami peningkatan hingga mencapai ratusan ribu ton per tahun.

Kecamatan di Kota Sawahlunto adalah:

Barangin
Lembah Segar
Silungkang
Talawi

Pariwisata :

Kota Sawahlunto memiliki banyak bangunan-bangunan tua peninggalan Belanda.[14][15] Sebagian bangunan telah ditetapkan oleh pemerintah setempat sebagai cagar budaya dan objek wisata, salah satunya adalah Gedung Pusat Kebudayaan Sawahlunto. Bangunan tua lainnya adalah Kantor PT Bukit Asam Unit Pertambangan Ombilin yang dibangun pada tahun 1916.[16] Bangunan ini memiliki menara pada bagian tengah dan di sekitarnya terdapat taman yang dikenal sebagai Taman Segitiga.

Selain itu, dapur umum yang sebelumnya dapat memproduksi makanan setiap waktu untuk ribuan pekerja paksa dan stasiun kereta api sebagai tempat dilakukannya aktivitas pengangkutan batu bara dijadikan museum pada tahun 2005. Masing-masing dinamakan Museum Gudang Ransum dan Museum Kereta Api Sawahlunto.[17] Sedangkan bangunan pusat pembangkit listrik yang didirikan pada tahun 1894, sejak tahun 1952 dijadikan masjid dengan nama Masjid Agung Nurul Islam atau dikenal sebagai Masjid Agung Sawahlunto.[18] Masjid ini memiliki satu kubah besar di tengah yang dikelilingi oleh empat kubah dengan ukuran yang lebih kecil, dan memiliki menara yang tingginya mencapai 80 meter.[19]

Kegiatan tambang batu bara di kota Sawahlunto juga meninggalkan sejumlah bangunan lain seperti Silo. Silo berfungsi sebagai penimbun batu bara yang telah dibersihkan dan siap diangkut ke pelabuhan Teluk Bayur. Silo masih berdiri kokoh di tengah kota, kendati tidak berfungsi apa-apa. Selain itu, sirene pada Silo masih berbunyi setiap pukul 07.00, 13.00, dan 16.00 waktu setempat, di mana pada masa pemerintahan Hindia Belanda, sirene di Silo ini menandakan jam kerja Orang Rantai atau narapidana yang dijadikan kuli pengambil batu bara.


Silo
Objek wisata unggulan yang ada di kota ini adalah atraksi wisata tambang, di mana pengunjung dapat melakukan napak tilas pada areal bekas penambangan yang dibangun pada masa pemerintahan Hindia Belanda. Objek wisata ini dinamai Lubang Suro yang diambil dari nama seorang mandor pekerja paksa, Mbah Suro. Tidak jauh dari objek wisata Lubang Suro, didirikan Gedung Info Box yang menyediakan berbagai informasi dan dokumentasi tentang sejarah pertambangan batu bara di kota Sawahlunto.

Kota ini juga memiliki objek wisata lain seperti kebun binatang yang memiliki luas sekitar 40 hektare[2 dan Resort Wisata Kandi dengan luas 393,4 hektare. Ada 3 danau yang terbentuk dari bekas galian penambangan batu bara di Resort Wisata Kandi, yaitu Danau Kandi, Danau Tanah Hitam, dan Danau Tandikek. Selain itu, juga terdapat wahana rekreasi keluarga yang dikenal dengan nama Waterboom Sawahlunto.



Objek Wisata Kandi

objek wisata ini berada pada

Talago kandi




Talago Biru

Popular posts from this blog

Rumah Makan Mintuo, Ayia Sirah, Kab. Solok

Rumah Makan Mintuo Ayia Sirah Rumah Makan yang telah ada sejak generasi 80an belum lahir, rumah makan ini terkenal dengan dendeng batokok yang di bakar dan di makan dengan sabal lado ijo,... nyumi,... Lokasi RM. Mintuo Aia Sirah Menunya Siap Santap,... Fasilitasnya Sebuah Musholla, Kamar Mandi, Tempat Berwudhu, Toilet yang bisa di pakai juga untuk BAB,... dengan air jernih nan dingin yang selalu mengalir baik hujan maupun kemarau.

Taluak Karsiak dan Taluak Buo, Surga kecil di sudut kota padang

Taluak Karsiak dan Taluak Buo Transportasi Ke Dusun Taluak Buo  yang berada di selatan Kota Padang. Daerah ini masuk dalam kecamatan Bungus Teluk Kabung. Taluak Buo yang berpenduduk 35 KK ini adalah bagian dari Kelurahan Teluk Kabung Tengah. Setelah melewati jalur darat dari Kota Padang ke Bungus, Teluk Kabung, kita masih diharuskan menempuh perjalanan darat ke arah PLTU Teluk Sirih dengan jarak kurang lebih 30Km, dan hanya bisa di akses dengan kendaraan pribadi baik kendaraan roda dua maupun roda empat, Yang Perlu Diketahui Dari peta tersebut kita bisa lihat teluk yang nyaman untuk kita mamfaatkan sebaga lokasi memancing,.... snorkling, ataupun untuk belajar dive,... sedangkan pantai yang dihiasi oleh pohon kelapa dan ombak yang kecil bisa di mamfaatkan untuk tempat bermain anak anak,.... jangan lupa untuk sedikit care dengan cuaca yang sekarang cepat sekali berubah, jangan biarkan anak anak anda luput dari pengawasan anda karena ini adalah wisata alam yang jauh dari pusat